Salah satu keistimewaan usia 40 tahun tercermin dari sabda Rasulullah saw.,
العَبْدُ
الْمُسْلِمُ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً خَفَّفَ اللهُ تَعَالَى
حِسَابَهُ ، وَإِذَا بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى
الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ ، وَإِذَا بَلَغَ سَبْعِيْنَ سَنَةً أَحَبَّهُ
أَهْلُ السَّمَاءِ ، وَإِذَا بَلَغَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً ثَبَّتَ اللهُ
تَعَالَى حَسَنَاتِهِ وَمَحَا سَيِّئَاتِهِ ، وَإِذَا بَلَغَ تِسْعِيْنَ
سَنَةً غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
وَشَفَّعَهُ اللهُ تَعَالَى فِى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَكَتَبَ فِى السَّمَاءِ
أَسِيْرَ اللهِ فِى أَرْضِهِ – رواه الإمام أحمد
Seorang hamba
muslim bila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah akan meringankan
hisabnya (perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai enam puluh tahun,
Allah akan memberikan anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat)
kepada-Nya. Bila usianya mencapai tujuh puluh tahun, para penduduk
langit (malaikat) akan mencintainya. Jika usianya mencapai delapan puluh
tahun, Allah akan menetapkan amal kebaikannya dan menghapus amal
keburukannya. Dan bila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang
belakangan, Allah juga akan memberikan pertolongan kepada anggota
keluarganya, serta Allah akan mencatatnya sebagai “tawanan Allah” di
bumi. (H.R. Ahmad)
Hadits ini menyebut usia 40 tahun paling awal,
dimana isinya bermakna bahwa orang yang mencapai usia 40 tahun dan ia
tetap memiliki komitmen terhadap penghambaan kepada Allah swt. sekaligus
memiliki konsistensi terhadap Islam sebagai pilihan keberagamaannya,
maka Allah swt. akan meringankan hisabnya. Perhitungan amalnya akan
dimudahkan oleh Allah swt. Ini merupakan suatu keistimewaan tersendiri,
karena dihisab, diteliti secara detail, diinterogasi secara
berbelit-belit, merupakan suatu tahapan di akhirat yang sangat sulit,
pahit, lama, dan mencekam tak ubahnya disiksa, betapa pun siksa yang
sebenarnya belum dilaksanakan.
Orang yang usianya mencapai 40
tahun mendapatkan keistimewaan berupa hisabnya diringankan. Boleh jadi
ini karena untuk mencapai usia 40 tahun dengan tingkat penghambaan dan
keberagamaan yang konsisten tentulah membutuhkan proses perjuangan yang
melelahkan.
Tetapi, umur 40 tahun merupakan saat harus waspada
juga. Ibarat waktu, orang yang berumur 40 tahun mungkin sudah masuk
ashar. Senja. Sebentar lagi maghrib. Sahabat Qotadah, tokoh generasi
tabiin, berkata, “Bila seseorang telah mencapai usia 40 tahun, maka
hendaklah dia mengambil kehati-hatian dari Allah ‘azza wa jalla.”
Bahkan,
sahabat Abdullah bin Abbas ra. dalam suatu riwayat berkata,
“Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak unggul
mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke
neraka.”
Nasihat yang diungkap oleh dua sahabat besar tersebut
memberikan pengertian bahwa manusia harus mulai bersikap waspada,
hati-hati, dan mawas diri dalam aktivitas pengabdiannya kepada Allah
swt. manakala usianya telah mencapai 40 tahun. Ia ditekankan untuk
meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan amal kebajikan yang
telah dibiasakannya pada usia-usia sebelumnya. Tidak justru “tua-tua
keladi”, makin tua dosanya makin menjadi-jadi. Secara keras, Ibnu Abbas
ra. mengingatkan manusia yang berumur 40 tahun dan amal kebajikannya
masih kalah dibanding dengan amal keburukannya, maka hendaklah ia
bersiap-siap ke neraka.
Atas dasar ini, penduduk Madinah dahulu
yang didominasi oleh para sahabat Nabi Saw. ketika usia mereka telah
mencapi 40 tahun, mereka konsentrasi beribadah. Mereka mulai
memprioritaskan hari-harinya untuk aktivitas ibadah. Kesibukan mencari
materi mereka kurangi dan beralih memfokuskan diri pada kegiatan yang
bersifat non-materi, dalam rangka memobilisasi bekal sebanyak-banyaknya
bagi kehidupan setelah mati. Hal yang sama dilakukan oleh penduduk
Andalusia, Spanyol.
Imam asy-Syafi’i tatkala mencapai usia 40
tahun, beliau berjalan seraya memakai tongkat. Jika ditanya, jawab
beliau, “Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi Allah, aku
melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di
dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya
saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu
juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di
dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun
sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku
sedikit pun tentang hiruk pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’
lazim bagiku. Di antara aku dan dia ada Allah.”
Syeikh Abdul
Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab “al-Bahr al-Maurûd” menyatakan, “Kita
memiliki keterikatan janji manakala umur kita telah mencapai 40 tahun,
bahwa kita harus melipat alas tidur kecuali bila terkuasai (yakni,
kantuk berat datang dan tak bisa dihindari), kita tidak boleh alpa dari
keberadaan kita sebagai para musafir ke negeri akhirat di setiap detak
nafas, sehingga kita tidak merasa memiliki kenyamanan sedikit pun di
dunia. Kita harus melihat sedetik nafas dari umur kita setelah usia 40
tahun sebanding dengan 100 tahun dari umur sebelumnya. Begitulah. Pasca
usia 40 tahun, tidak ada rehat bagi kita, tidak lagi berebutan atas
suatu jabatan (kursi), tidak juga merasa senang dengan sedikit pun dari
dunia. Semua itu karena sempitnya usia pasca 40 tahun. Tidaklah pantas
orang yang berada di ujung kematian berlaku lalai, lupa, santai, dan
bermain-main.”
Lantas, apa yang harus kita lakukan ketika
menginjak usia 40 tahun? Beberapa yang disebutkan Ahmad Syarifuddin
dalam bukunya ini adalah:
1. Meneguhkan tujuan hidup
2. Meningkatkan daya spiritualisme
3. Menjadikan uban sebagai peringatan
4. Memperbanyak bersyukur
5. Menjaga makan dan tidur
6. Menjaga konsistensi dan kontinuitas
Jika
ada yang mengatakan bahwa: Life began at forty, saya cenderung
berpendapat bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan religius,
kehidupan yang berfokus dan konsentrasi untuk persiapan menuju negeri
akhirat. Karena bagaimanapun, statemen Helen Rowland itu belum selesai.
Lanjutnya, … but so do fallen arches, rheumatism, faulty eyesight, and
the tendency to tell a story to the same person, three or four times.
Kehidupan memang dimulai umur 40 tahun, tetapi pada saat itu kita juga
mulai cekot-cekot, reumatik, rabun, dan kecenderungan pikun.
Karena itu, agaknya syair Ali bin Abi Thalib ra. ini bisa dijadikan renungan,
إِذَا
عَاشَ الْفَتَى سِتِّيْنَ عَامًا # فَنِصْفُ الْعُمْرِ تَمْحَقُهُ
اللَّيَالِي وَرُبْعُ الْعُمْرِ يَمْضِى لَيْسَ يُدْرَى # أَيُقْضَى فِى
يَمِيْنٍ أَوْ شِمَالِ وَرُبْعُ الْعُمْرِ أَمْرَاضٌ وَشَيْبٌ # وَشُغْلٌ
بِالتَّفَكُّرِ وَالْعِيَالِ
Jika seorang pemuda dikaruniai usia
60 tahun, maka separuh usianya habis oleh tidur di malam hari. Sementara
seperempat usianya berlalu tanpa diketahui, apakah dijalankan ke kanan
atau ke kiri. Seperempat usianya yang lain dimangsa oleh sakit, uban,
dan kesibukan mengurus keluarga.
Jika umur kita pada kenyataannya
lebih banyak yang kita habiskan untuk sesuatu yang tidak berguna, maka
kiranya kini saatnya untuk tidak lagi menyia-nyiakan waktu yang tersisa.
Sebagaimana sahabat Abdullah bin Umar r.a. pernah menceritakan hadits
dari Rasulullah Saw. yang perlu dicamkan berkaitan dengan hal ini.
Rasulullah
Saw. memegang kedua pundakku dan bersabda, “Jadilah di dunia
seakan-akan kamu orang asing (perantau) atau pengembara (musafir).”
Abdullah bin Umar ra. berkata, “Jika berada di waktu sore, jangan
menanti waktu pagi. Jika berada di waktu pagi, jangan menanti waktu
sore. Pergunakanlah (rebutlah) masa sehatmu (dengan amal-amal shaleh)
untuk bekal (antisipasi) masa sakitmu dan masa hidupmu untuk bekal
(antisipasi) masa matimu.” (H.R. Bukhari).
Semoga kita
digolongkan hamba-Nya yang mampu mengisi umur kita dengan sebaik-baiknya
sehingga meringankan hisab kita besok di akhirat. Amin.
sumber : http://bahtiarhs.net
Home
»
»Unlabelled
» Apa keistimewaan usia 40 tahun?
Sunday, August 17, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment