Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak
pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’ dan menyakiti sesama baik jiwa,
harta maupun perasaannya. Lawan kata Dzalim adalah Adil.
Dari
Abu Dzar, dari Nabi SAW sebagaimana diriwayatkan dari Allah –Tabaraka wa
ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan atas
diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya (kedzaliman) haram diantara kalian
maka janganlah kalian saling mendzalimi.”
(HR
Muslim)
Begitulah kutipan arti dari Dzalim yang saya dapatkan dari
mbah Google, well ternyata bisa jadi kita sering berbuat Dzalim, baik kepada
teman, atasan, bawahan, orangtua, mertua, keponakan, adik, kakak, anak, istri
dan orang-orang terdekat kita lainnya. Astagfirullah…
Apakah kita memang berniat untuk berbuat Dzalim? Kadang bisa
jadi kita tak sengaja berbuat Dzalim, misalnya karena ketidaktahuan kita,
ketidak-cukupan ilmu, faktor budaya dan lain sebagainya.
Seorang suami bisa saja tak sengaja berbuat Dzalim kepada
istrinya, ada dua contoh diantaranya:
1. Suami tidak memberikan mahar yang berharga
kepada istri saat menikah
Ternyata pengertian mahar adalah sesuatu yang berharga (bernilai
ekonomis) sebagai penebus calon istri dari orang tuanya, dimana dengan mahar
yang berharga itu paling tidak dapat dijadikan ‘pegangan’ oleh istri untuk
dapat menghidupi dirinya sendiri karena sudah terlepas dari tanggung jawab
orangtuanya. Rasullullah mencontohkan mahar dengan hewan ternak atau logam
berharga lainnya, itulah contoh penghargaan suami kepada istri sekaligus
memberikan kepastian jaminan kehidupan apabila sesuatu hal yang buruk terjadi
kepada suami.
Kini sering terjadi mahar pernikahan hanyalah Al Qur’an dan seperangkat
alat sholat dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Tanpa menghilangkan makna
Al Qur’an dan alat sholat, apakah mahar itu punya nilai ekonomi yang cukup
membiayai kehidupan istri kelak? Tentu tidak, maka sebaiknya mahar tidak berupa
simbolis, namun benar-benar barang/benda yang berharga seperti perhiasan emas
atau lainnya. Toh kalau belum mampu beli tunai, mahar bisa di-hutang kan? Apapun bisa diusahakan untuk istri tercinta bukan?
Hindari menjadi suami yang Dzalim (secara tidak sengaja) kepada istri sejak menikah dengan memberikan hak berupa mahar yang berharga (bernilai ekonomis).
Hindari menjadi suami yang Dzalim (secara tidak sengaja) kepada istri sejak menikah dengan memberikan hak berupa mahar yang berharga (bernilai ekonomis).
2. Suami tidak memberikan nafkah/upah kepada
istri untuk dirinya sendiri (bukan keperluan rumah tangga)
Loh kok ada upah untuk istri? Bukannya suami sudah memberikan nafkah
untuk keperluan keluarga, dan biasanya semua nafkah suami diberikan kepada
istri untuk kelola, betul?
Ternyata ada hak nafkah untuk istri yang harus dibayarkan oleh suami.
Nafkah istri dalam hal ini bukan termasuk nafkah untuk keperluan belanja rumah
tangga, biaya sekolah, dan biaya hidup lainnya, namun benar-benar nafkah murni
untuk istri sebagai penghargaan dan ‘upah’ telah menjadi istri, mengatur semua
keperluan rumah tangga dan dapat digunakan sebagai tabungan pribadi atau biaya
untuk merawat dirinya.
Kasarnya, suami mau mengeluarkan dana untuk menggaji asisten rumah tangga
untuk mengurus rumah, lalu apakah tidak mau menggaji istri sebagai manajer
rumah tangga, tentu gajinya lebih tinggi dong :)
Hindari
menjadi suami yang Dzalim (secara tidak sengaja) kepada istri dengan menghargai
dan memberikan ‘upah’ yang layak bagi istri untuk keperluannya sendiri.
Wallahualam.
Follow @RullyBhaskara
Baiklaah...
ReplyDelete