Tuesday, July 10, 2018



PPDB SMA/SMK di Jabar tahun ini diberlakukan sistem zonasi dan semi online karena harus input pendaftaran di masing-masing sekolah yang diinginkan (baca: jaraknya terdekat dari rumah).

Sistem zonasi diberlakukan dengan tujuan pemerataan/penyebaran calon siswa. Sehingga tidak ada lagi sekolah favorit/unggulan. Tidak ada lagi sekolah yang overload banyak peminat dan sekolah yang sepi peminat (bangku kosong). Semakin dekat jarak udara dari rumah ke skolah, maka makin tinggi skor zonasinya. Sehingga tahun ini fokus murid (dan orang tua) adalah mencari sekolah terdekat dari rumah. Bukan lagi melihat fasilitas, kualitas dan jejak rekam prestasi sekolah negeri tersebut. Harus ikhlas berasumsi semua sekolah negeri mutunya sama saja. Macaciih...

Metoda pendaftaran semi online dengan cara mendatangi lokasi sekolah pilihan (terdekat dari rumah) yang dituju diberlakukan karena alasan tidak semua lapisan masyarakat mampu menggunakan komputer dan memiliki akses ke internet. Well, ini masih di pulau Jawa loh, masih di Jawa Barat loh, provinsi yang nempel dengan DKI Jakarta. Sepertinya infrastruktur komunikasi dan akses internet hampir tidak ada blank spot. Dan rata-rata generasi Z di area Jabar sudah akrab dengan gawai dan internet. Maka menjadi tidak relevan alasan diatas sehingga disdik Jabar memberlakukan pendaftaran semi online.

Selain 2 poin diatas, PPDB SMA/SMK Jabar tahun ini juga lebih seru dengan adanya jalur WPS (penduduk sekitar), jalur anak guru, jalur keluarga tidak mampu dan jalur ABK. Selain tentunya jalur utama yaitu reguler dengan nilai NEM atau sekarang dikenal NHUN.

Rangkaian PPDB SMA/SMK Jabar tahun ini akan berakhir 12 Juli 2018 ditandai dengan pengumuman penerimaan siswa di sekolah yang dituju. Meskipun sebenarnya status seleksi sudah dapat dipantau online melalui website PPDB Jabar selama 24 jam, yang setiap saat akan memacu adrenalin dan degub jantung orang tua murid (dan sebagian murid). Karena posisi bisa sewaktu-waktu tergeser dan posisi tidak aman lalu akhirnya terhempas manja hilang dari daftar... fiuuh.

Bagaimanapun semuanya sudah terjadi, mau apa lagi harus kita terima dengan penuh keikhlasan dan bersabar. Semoga ada hikmah dan pembelajaran bagi semua pihak. Namun ikhlas bukan berarti tanpa perlu adanya koreksi bukan?

Dari pengamatan pribadi, ada beberapa hal yang berpotensi akan terjadi bahkan sudah terjadi di lapangan atas pelaksanaan PPDB SMA/SMKn Jabar tahun ini. Beberapa kasus yang mencuat adalah sebagai berikut:

1. Fakta bahwa tidak semua SMA/SMK di Jabar memiliki kualitas, fasilitas dan jejak rekam prestasi yang sama. Kondisi sekolah favorit/unggulan tentunya akan jauh lebih baik dari sekolah bukan unggulan. Mulai dari kondisi ruangan dan bangku kelas, papan tulis/whiteboard, fasilitas audio visual, laboratorium, dan sarana pendukung lainnya. Belum lagi tentunya prestasi murid dan lulusannya.

2. Fakta bahwa sekolah yang selama ini bukan sekolah unggulan akan menerima murid dengan NHUN yang tinggi yang rumahnya dekat dengan sekolah. Anak-anak cerdas dan berprestasi di SMP asalnya akan masuk ke sekolah dengan fasilitas dan kualitas yang bisa jadi tidak optimal dengan potensi yang dimilikinya. Padahal potensi seseorang akan optimal apabila ada dukungan fasilitas, infrastruktur dan kualitas gurunya. Pengaruh lingkungan cukup signifikan terhadap optimasi potensi seseorang.

3. Fakta bahwa budaya yang tercipta pada sekolah unggulan/favorit berbeda dengan budaya yang ada di sekolah non unggulan. Gaya pergaulan, cara belajar dan komunikasi sudah pasti akan berbeda. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan jati diri murid yang sedang dalam tahap pencarian role model dalam kehidupannya.  

4. Fakta bahwa adanya potensi manipulasi dengan merekayasa surat keterangan tidak mampu dan penentuan jarak yang sifatnya subyektif. Hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya "keterlibatan manusia  dalam proses PPDB semi online dibandingan dengan PPDB online. Sehingga terjadi beberapa kasus di lapangan, sebagai contoh murid yang rumahnya jauh dari sekolah justru diterima masuk sedangkan murid yang lebih dekat sekolah dengan nilai NHUN yang sama tidak diterima, dsb.

5. Fakta bahwa tidak ada solusi bagi murid yang terhempas tidak lolos dari seleksi pada pilihan sekolah pertama dan kedua. Seakan-akan mereka murid 'buangan' hasil seleksi PPDB tanpa ada pilihan solusi kecuali masuk sekolah swasta yang tentunya beda harga.

Saya tidak menyalahkan pihak siapapun, hanya bisa bertabayun mencari makna dan pembelajaran atas sistem PPDB SMA/SMK di Jabar tahun ini. Semoga di tahun mendatang ada perbaikan sistem PPDB yang lebih adil dan memperhitungkan efek jangka panjang. Bukan sekedar mengejar pemerataan murid, menghapus status sekolah unggulan tanpa persiapan yang lebih matang.

Life must go on kids, jalan masih panjang anakku. Tetap semangat dan berprestasi dimanapun sekolahmu dan apapun kondisinya. Semoga menjadi pengalaman yang mendewasakan, aamiin.

Wallahualam.

Rully Bhaskara
Orang Tua Murid
Pemerhati Pendidikan dan Remaja

0 comments:

Post a Comment