Wednesday, August 20, 2014


Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’ dan menyakiti sesama baik jiwa, harta maupun perasaannya. Lawan kata Dzalim adalah Adil.

Dari Abu Dzar, dari Nabi SAW sebagaimana diriwayatkan dari Allah –Tabaraka wa ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan atas diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya (kedzaliman) haram diantara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi.” 
(HR Muslim)

Begitulah kutipan arti dari Dzalim yang saya dapatkan dari mbah Google, well ternyata bisa jadi kita sering berbuat Dzalim, baik kepada teman, atasan, bawahan, orangtua, mertua, keponakan, adik, kakak, anak, istri dan orang-orang terdekat kita lainnya. Astagfirullah…
Apakah kita memang berniat untuk berbuat Dzalim? Kadang bisa jadi kita tak sengaja berbuat Dzalim, misalnya karena ketidaktahuan kita, ketidak-cukupan ilmu, faktor budaya dan lain sebagainya.
Seorang suami bisa saja tak sengaja berbuat Dzalim kepada istrinya, ada dua contoh diantaranya:
1.    Suami tidak memberikan mahar yang berharga kepada istri saat menikah
Ternyata pengertian mahar adalah sesuatu yang berharga (bernilai ekonomis) sebagai penebus calon istri dari orang tuanya, dimana dengan mahar yang berharga itu paling tidak dapat dijadikan ‘pegangan’ oleh istri untuk dapat menghidupi dirinya sendiri karena sudah terlepas dari tanggung jawab orangtuanya. Rasullullah mencontohkan mahar dengan hewan ternak atau logam berharga lainnya, itulah contoh penghargaan suami kepada istri sekaligus memberikan kepastian jaminan kehidupan apabila sesuatu hal yang buruk terjadi kepada suami.

Kini sering terjadi mahar pernikahan hanyalah Al Qur’an dan seperangkat alat sholat dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Tanpa menghilangkan makna Al Qur’an dan alat sholat, apakah mahar itu punya nilai ekonomi yang cukup membiayai kehidupan istri kelak? Tentu tidak, maka sebaiknya mahar tidak berupa simbolis, namun benar-benar barang/benda yang berharga seperti perhiasan emas atau lainnya. Toh kalau belum mampu beli tunai, mahar bisa di-hutang kan? Apapun bisa diusahakan untuk istri tercinta bukan?

Hindari menjadi suami yang Dzalim (secara tidak sengaja) kepada istri sejak menikah dengan memberikan hak berupa mahar yang berharga (bernilai ekonomis).

2.    Suami tidak memberikan nafkah/upah kepada istri untuk dirinya sendiri (bukan keperluan rumah tangga)
Loh kok ada upah untuk istri? Bukannya suami sudah memberikan nafkah untuk keperluan keluarga, dan biasanya semua nafkah suami diberikan kepada istri untuk kelola, betul?

Ternyata ada hak nafkah untuk istri yang harus dibayarkan oleh suami. Nafkah istri dalam hal ini bukan termasuk nafkah untuk keperluan belanja rumah tangga, biaya sekolah, dan biaya hidup lainnya, namun benar-benar nafkah murni untuk istri sebagai penghargaan dan ‘upah’ telah menjadi istri, mengatur semua keperluan rumah tangga dan dapat digunakan sebagai tabungan pribadi atau biaya untuk merawat dirinya.

Kasarnya, suami mau mengeluarkan dana untuk menggaji asisten rumah tangga untuk mengurus rumah, lalu apakah tidak mau menggaji istri sebagai manajer rumah tangga, tentu gajinya lebih tinggi dong :)

Hindari menjadi suami yang Dzalim (secara tidak sengaja) kepada istri dengan menghargai dan memberikan ‘upah’ yang layak bagi istri untuk keperluannya sendiri.
Wallahualam.
Follow @RullyBhaskara

1 comments: